Setelah sekian lama saya tidak me-review film. Akhirnya saya memulai lagi me-review, sebagai penghormatan ke Robin Wiliams saya akan me-review film “Night At The Museum-Secret of The Tomb” sebagai yang pertama. Nonton film “Night At The Museum-Secret of The Tomb” ada satu hal yang cukup “sentimentil” yaitu melihat penampilan komedian handal Hollywood Robin Williams yang tewas bunuh diri di rumahnya di California, 11 Agustus 2014.
Sosok Robin yang dalam film ini memerankan patung lilin Presiden ke-26 Amerika Serikat, Theodore Roosevelt memang fenomenal dan menjadi sosok ikonik dari film yang pertama kali dirilis pada tahun 2006 tersebut. Menyaksikan penampilan pamungkas Robin Williams pada film ini kembali membangkitkan nostalgia pada kemampuan aktingnya yang cemerlang dan kocak.
Pada serial ketiga ini, kisahnya kembali menitikberatkan pada sosok Larry Daley (Ben Stiller), seorang satpam di Museum of Natural History di kota New York, AS, yang sangat menikmati pekerjaannya terutama ketika ia mampu berinteraksi dengan patung lilin maupun sejumlah pajangan di dalam museum yang mendadak hidup di malam hari.
Adegan dimulai dengan gambaran ekspedisi pencarian makam keluarga Ahkmenrah di Mesir pada tahun 1938. Cecil Fredericks (Percy Hynes-White), seorang anak yang ikut dalam ekspedisi tersebut secara tidak sengaja menemukan makam keramat itu dan salah satu isinya berisi tablet emas. Salah satu warga lokal yang ikut dalam ekspedisi itu melarang untuk membawa isi makam karena akan berakibat fatal dan ditafsirkan sebagai”akhir akan tiba”. Oleh pemimpin ekspedisi yang juga ayah Cecil diputuskan bahwa isi makam itu tetap diambil dan makam Ahkmenrah ditempatkan di Museum of Natural History New York, sedangkan makam kedua orang tuanya ditempatkan di British Museum of Natural History di London.
Adegan lalu berpindah ke masa kini pada suasana kesibukan Larry mempersiapkan pameran di museum yang dijaganya dengan menampilkan”special effect” yang melibatkan patung-patung lilin dan karakter dalam museum yang mendadak hidup di waktu malam. Kekacauan mendadak terjadi karena tokoh-tokoh yang ditampilkannya bertingkah aneh dan tidak seperti biasanya bahkan menganggu tamu-tamu yang datang.
Larry kemudian menemukan pangkal penyebabnya karena Tablet Emas yang disimpan dalam museum tersebut yang ternyata jadi semacam “pemberi nyawa di malam hari” bagi patung lilin dan karakter disana, tiba-tiba cahayanya meredup serta menunjukkan perubahan dengan munculnya karat laksana lumut hijau yang mulai menutupi tablet ajaib tersebut. Larry kemudian berdiskusi bersama Firaun Ahkmenrah (Rami Malek), tetapi Ahkmenrah tidak mengetahui penyebabnya. Yang mengetahui rahasia dari Tablet Emas adalah Ayah dari Ahkmenrah. Kemudian Larry mencari petunjuk mengenai Tablet Emas dan kemudian Larry harus bertanya kepada Cecil Fredericks, anak kecil yang mengikuti ekspedisi pencarian makam keluarga Ahkmenrah di Mesir pada tahun 1938. Ternyata Cecil Fredericks adalah penjaga malam museum yang pada film pertama berusaha mencuri Tablet Emas. Dari Cecil, Larry mendapatkan informasi bahwa orangtua Ahkmenrah berada di museum London. Dan diputuskan untuk menanyakan bagaimana cara memulihkan tablet emas itu kembali ke kondisi semula kepada kedua orangtua Ahkmenrah di London.
Bersama sang anak Nick (Skyler Gisondo), Larry didampingi oleh Ahkmenrah, juga Teddy Roosevelt (Robin Williams), Attila the Hun (Patrick Gallagher), Jedediah (Owen Wilson), Octavius (Steve Coogan), Sacajawea (Mizua Peck), dan manusia purba Laaa (yang juga diperankan dengan apik oleh Ben Stiller) serta si monyet lincah Dexter, menuju ke London dan menemui Merenkahre (Ben Kingsley) ayah Ahkmenrah untuk memecahkan misteri Tablet Emas. Perjuangan mereka tak mudah, selain menghadapi satpam museum London yang centil Tilly (Rebel Wilson) juga kehadiran Sir Lancelot (Dan Steven) yang perkasa dan sok tahu.
Secara umum film ini sangat menghibur dan bisa ditonton semua usia. Adegan-adegan lucu terlihat sepanjang film. Harus diakui ramuan komedi yang diracik, sama dengan film sebelumnya Night at the Museum (2006) dan Night at the Museum 2: Battle of the Smithsonian (2009I akan tetapi film ini memiliki citarasa berbeda. Selain menyajikan eksotisme museum di London, interaksi para tokohnya jauh lebih cair dan juga kehadiran karakter serta tokoh baru seperti Camelot, Laaa dan Tilly kian “memperkaya” alur cerita.
Yang paling mencuri perhatian menurut saya adalah sosok Laaa yang lugu, lucu dan spontan serta Tilly yang gampang panik serta centil. Di film ini muncul pula Hugh Jackman (terkenal dengan perannya sebagai Wolverine di film X-Men) yang memerankan dirinya sendirinya saat berperan sebagai Raja Arthur di panggung Teater. Kemampuan Ben Stiller yang memerankan tokoh Larry dan Laaa sekaligus juga patut diapresiasi, ia mampu menghayati perannya dengan baik dalam dua karakter yang berbeda.
Adegan yang cukup membuat terenyuh adalah saat perpisahan terakhir Larry bersama Ted Roosevelt. “Tersenyumlah, Matahari Telah Terbit,”kata Ted yang diperankan oleh Robin Williams sebelum akhirnya “membeku”kembali menjadi patung lilin di museum. Dan satu lagi adegan yang sentimentil yaitu ketika Ted dan Sacajawea menunggai kuda yang mnggunakan adegan dari film yang pertama. Sebuah kata perpisahan yang manis dari komedian handal ini kepada para penggemarnya di seluruh dunia. Film ini seperti tanda – tanda perpisahan dari Robin Williams dimana ketika sosok Ted Roosevelt dan patung lilin lainnya sekarat ketika tablet emas hampir hilang kekuatannya. Film ini agaknya anti klimak karena Larry tidak menjadi penjaga malam di museum.
Reperensi : http://daengbattala.com/film-night-at-the-museum-secret-of-the-tomb-menyingkap-misteri-tablet-emas/, http://www.impawards.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar